Selasa, 04 Oktober 2011

menguji keberanian kpk

Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sedang diuji keberaniannya
dalam mengusut tuntas kasus
dugaan korupsi di Sekretariat
Menteri Pemuda Olahraga
(Menpora). Wafid Muharam diduga menerima suap dalam
proyek pembangunan Wisma
Atlet di Palembang- Sumatera
Selatan. Kerugian negara dalam kasus
tersebut mencapai miliaran
rupiah, dan seorang Bendahara
Umum Partai Demokrat (PD),
Muhammad Nazaruddin disebut-
sebut terlibat dalam kasus yang menarik perhatian media. Setelah mendapat pemberitaan
masif di media massa, akhirnya
Muhammmad Nazaruddin
membantah bahwa dia tidak
terlibat dalam kasus suap wisma
atlet di Palembang. Guna membuktikan sejauh mana
keterlibatan Nazaruddin maka
Dewan Kehormatan (DK) PD
menggelar sidang kode etik
untuk memproses kasus
Nazaruddin. Untuk mendalami fakta-fakta
yang terjadi di lapangan, PD
membentuk tim investigasi kasus
Nazaruddin, tetapi belakangan ini
ada pandangan beberapa
pengamat politik telah terjadi friksi-friksi di tubuh partai
berlambang segi tiga tersebut,
terutama dilihat dari
pernyataan-pernyataan elit PD
yang cenderung berbeda satu
sama lain. Dewan Kehormatan PD
menetapkan dua opsi bagi
Muhammad Nazaruddin, yakni
mundur dengan hormat dari
keanggotaan PD, dan di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) atau dipecat dari PD. Tidak terima dengan opsi
tersebut, Nazaruddin pun
melawan, jika diberhentikan
maka ia akan membuka borok PD
di depan publik. Pilihan
Nazaruddin tersebut diapresiasi juga oleh sejumlah kalangan
(baca: di luar PD), lebih baik
sekarang tahu boroknya dari
pada menjelang Pemilihan Umum
(Pemilu) 2014. Jalan Menuju Istana Harapan public sangat besar
pada KPK dalam menuntaskan
kasus yang beraroma politik ini.
Apalagi sinyal diberikan oleh
Presiden Yudhoyono yang
disampaikan di halaman Halim Perdanakusumah yang
menyatakan bahwa hukum harus
ditegakkan, keadilan harus
dijunjung, pemerintah tidak
mencampuri dan intervensi serta
yang bersalah harus dihukum. Dukungan yang diberikan oleh
Presiden harus dimaknai oleh KPK
untuk memberikan spirit dalam
mengusut tuntas kasus ini hingga
ke akar-akarnya. KPK jangan
terpengaruh oleh kekuatan- kekuatan partai politik yang ada
di parlemen untuk menghentikan
kasus ini, dan ditindak hingga ke
akar-akarnya serta jangan
berhenti pada Linda Rosa
Manulang, dan Muhammad El Idris saja. KPK mengusut kasus ini dapat
digunakan untuk jalan menuju
istana. Bukankah Presiden
Yudhoyono pernah
menyampaikan suatu ketika
memberantas korupsi harus dimulai dari dalam lingkaran
istana, maka KPK berawal dari
kasus ini dapat menggunakan
untuk mengusut kasus korupsi di
lingkaran istana. Korupsi di lingkungan istana
hampir tidak tersentuh selama
ini. Padahal, sudah banyak data
dan fakta yang diketengahkan
terkait dengan banyaknya
penyimpangan yang ditemukan dalam penggunaan anggaran
negara di lingkungan istana,
namun tidak pernah terungkap
ke permukaan siapa
koruptornya. Seolah-olah melakukan tindak
korupsi di lingkungan istana
kebal dan aman dari hukum.
Sejak KPK ada, tidak pernah
terdengar ada pihak istana yang
ditangkap dan diamankan oleh KPK karena terbukti melakukan
tindak pidana korupsi. Korupsi di lingkungan istana
dibiarkan tanpa dapat disentuh
oleh hukum yang berlaku.
Padahal, lingkungan istana yang
memperoleh alokasi dana yang
sangat besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tahun 2011 maka menjadi
prioritas utama bagi KPK untuk
melakukan penyelidikan terkait
dengan anggaran public
tersebut. Presiden Yudhoyono berdiri
paling depan dalam memberantas
korupsi, saat inilah momen yang
paling tepat membuktikan
pernyataan tersebut bahwa
tidak hanya pepesan kosong, pemanis bibir dalam kampanye,
dan retorika tanpa isi dan
substansi. Tidak hanya itu, pemberantasan
korupsi menjadi isu sentral dari
kampanye Yudhoyono dalam
memenangkan pertarungan pada
Pemilihan Umum Presiden (Pilpres)
2009 yang mendapat suara mayoritas hampir 60 persen
pemilih, kendati dalam
pelaksanaan pemerintahan
menjalin ikatan koalisi dengan
partai lain. Artinya, di isu sentral ini
ternyata Presiden Yudhoyono
tidak memberikan dorongan dan
semangat bagi KPK dalam
memberantas korupsi termasuk
kalangan elit PD yang tersandung dalam kasus korupsi,
maka petaka akan datang
menimpa PD yakni kepercayaan
masyarakat pada Yudhoyono dan
PD akan terkikis. Partai
pemenang Pemilu ini akan semakin ditinggalkan oleh para
konstituen, dan tidak akan dipilih
kembali dalam pesta demokrasi
tiga tahun mendatang. Melihat gebrakan KPK saat ini
yang telah berhasil mengungkap
kasus cek pelawat yang
melibatkan anggota DPR RI
periode 2004-2009 dalam
pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Gultom yang kini masih
disidangkan kasusnya di
pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) walaupun sudah ada
yang diputus oleh hakim Tipikor. Kita optimis, lembaga
pemberantasan korupsi ini dapat
melakukan dan menindak pelaku
yang bermain dalam kasus
pembangunan wisma atlet
tersebut. Apalagi, ada pernyataan Busyro
Muqoddas, kasus korupsi
pembangunan wisma atlet
dilakukan secara struktural dan
tidak dilakukan secara
perorangan. Jika dikatakan struktural maka akan
memberikan pengertian dan
makna bahwa KPK harus
mengusut tuntas kasus ini dari
pemain paling atas sampai pemain
di kelas bawah. KPK tidak hanya mengusut
pelaku di lapisan bawah,
sedangkan pelaku kelas atas
tetap tidak tersentuh oleh
hukum. Jika itu yang terjadi
maka nyali KPK dapat dikatakan telah lemah dan sudah mengalami
disfungsi dalam pemberantasan
korupsi. Namun setidaknya, ada dua hal
yang seharusnya menjadi pelecut
bagi KPK menuntaskan kasus ini
hingga ke akar-akarnya,
Pertama, KPK didukung oleh
seluruh elemen masyarakat yang menginginkan negara ini bebas
dari tindak pidana korupsi Kedua, KPK bersifat independen
sehingga tidak ada satu pihak
manapun yang dapat
menggoyahkan KPK dalam
mengusut tuntas kasus ini. Jika
KPK dihianati maka masyarakat akan mati-matian membela KPK,
tidak ada lagi kekuatan yang
lebih besar selain dari kekuatan
rakyat untuk mendukung KPK. Namun sebaliknya,
pemberantasan korupsi akan
berjalan ditempat jika KPK tidak
berani dan mempunyai nyali kuat
dalam mengusut kasus proyek
pembangunan wisma atlet tersebut, dan selama itu pula
koruptor kelas kakap tetap
menggerogoti uang rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar