Selasa, 04 Oktober 2011

menguji keberanian kpk

Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sedang diuji keberaniannya
dalam mengusut tuntas kasus
dugaan korupsi di Sekretariat
Menteri Pemuda Olahraga
(Menpora). Wafid Muharam diduga menerima suap dalam
proyek pembangunan Wisma
Atlet di Palembang- Sumatera
Selatan. Kerugian negara dalam kasus
tersebut mencapai miliaran
rupiah, dan seorang Bendahara
Umum Partai Demokrat (PD),
Muhammad Nazaruddin disebut-
sebut terlibat dalam kasus yang menarik perhatian media. Setelah mendapat pemberitaan
masif di media massa, akhirnya
Muhammmad Nazaruddin
membantah bahwa dia tidak
terlibat dalam kasus suap wisma
atlet di Palembang. Guna membuktikan sejauh mana
keterlibatan Nazaruddin maka
Dewan Kehormatan (DK) PD
menggelar sidang kode etik
untuk memproses kasus
Nazaruddin. Untuk mendalami fakta-fakta
yang terjadi di lapangan, PD
membentuk tim investigasi kasus
Nazaruddin, tetapi belakangan ini
ada pandangan beberapa
pengamat politik telah terjadi friksi-friksi di tubuh partai
berlambang segi tiga tersebut,
terutama dilihat dari
pernyataan-pernyataan elit PD
yang cenderung berbeda satu
sama lain. Dewan Kehormatan PD
menetapkan dua opsi bagi
Muhammad Nazaruddin, yakni
mundur dengan hormat dari
keanggotaan PD, dan di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) atau dipecat dari PD. Tidak terima dengan opsi
tersebut, Nazaruddin pun
melawan, jika diberhentikan
maka ia akan membuka borok PD
di depan publik. Pilihan
Nazaruddin tersebut diapresiasi juga oleh sejumlah kalangan
(baca: di luar PD), lebih baik
sekarang tahu boroknya dari
pada menjelang Pemilihan Umum
(Pemilu) 2014. Jalan Menuju Istana Harapan public sangat besar
pada KPK dalam menuntaskan
kasus yang beraroma politik ini.
Apalagi sinyal diberikan oleh
Presiden Yudhoyono yang
disampaikan di halaman Halim Perdanakusumah yang
menyatakan bahwa hukum harus
ditegakkan, keadilan harus
dijunjung, pemerintah tidak
mencampuri dan intervensi serta
yang bersalah harus dihukum. Dukungan yang diberikan oleh
Presiden harus dimaknai oleh KPK
untuk memberikan spirit dalam
mengusut tuntas kasus ini hingga
ke akar-akarnya. KPK jangan
terpengaruh oleh kekuatan- kekuatan partai politik yang ada
di parlemen untuk menghentikan
kasus ini, dan ditindak hingga ke
akar-akarnya serta jangan
berhenti pada Linda Rosa
Manulang, dan Muhammad El Idris saja. KPK mengusut kasus ini dapat
digunakan untuk jalan menuju
istana. Bukankah Presiden
Yudhoyono pernah
menyampaikan suatu ketika
memberantas korupsi harus dimulai dari dalam lingkaran
istana, maka KPK berawal dari
kasus ini dapat menggunakan
untuk mengusut kasus korupsi di
lingkaran istana. Korupsi di lingkungan istana
hampir tidak tersentuh selama
ini. Padahal, sudah banyak data
dan fakta yang diketengahkan
terkait dengan banyaknya
penyimpangan yang ditemukan dalam penggunaan anggaran
negara di lingkungan istana,
namun tidak pernah terungkap
ke permukaan siapa
koruptornya. Seolah-olah melakukan tindak
korupsi di lingkungan istana
kebal dan aman dari hukum.
Sejak KPK ada, tidak pernah
terdengar ada pihak istana yang
ditangkap dan diamankan oleh KPK karena terbukti melakukan
tindak pidana korupsi. Korupsi di lingkungan istana
dibiarkan tanpa dapat disentuh
oleh hukum yang berlaku.
Padahal, lingkungan istana yang
memperoleh alokasi dana yang
sangat besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tahun 2011 maka menjadi
prioritas utama bagi KPK untuk
melakukan penyelidikan terkait
dengan anggaran public
tersebut. Presiden Yudhoyono berdiri
paling depan dalam memberantas
korupsi, saat inilah momen yang
paling tepat membuktikan
pernyataan tersebut bahwa
tidak hanya pepesan kosong, pemanis bibir dalam kampanye,
dan retorika tanpa isi dan
substansi. Tidak hanya itu, pemberantasan
korupsi menjadi isu sentral dari
kampanye Yudhoyono dalam
memenangkan pertarungan pada
Pemilihan Umum Presiden (Pilpres)
2009 yang mendapat suara mayoritas hampir 60 persen
pemilih, kendati dalam
pelaksanaan pemerintahan
menjalin ikatan koalisi dengan
partai lain. Artinya, di isu sentral ini
ternyata Presiden Yudhoyono
tidak memberikan dorongan dan
semangat bagi KPK dalam
memberantas korupsi termasuk
kalangan elit PD yang tersandung dalam kasus korupsi,
maka petaka akan datang
menimpa PD yakni kepercayaan
masyarakat pada Yudhoyono dan
PD akan terkikis. Partai
pemenang Pemilu ini akan semakin ditinggalkan oleh para
konstituen, dan tidak akan dipilih
kembali dalam pesta demokrasi
tiga tahun mendatang. Melihat gebrakan KPK saat ini
yang telah berhasil mengungkap
kasus cek pelawat yang
melibatkan anggota DPR RI
periode 2004-2009 dalam
pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Gultom yang kini masih
disidangkan kasusnya di
pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) walaupun sudah ada
yang diputus oleh hakim Tipikor. Kita optimis, lembaga
pemberantasan korupsi ini dapat
melakukan dan menindak pelaku
yang bermain dalam kasus
pembangunan wisma atlet
tersebut. Apalagi, ada pernyataan Busyro
Muqoddas, kasus korupsi
pembangunan wisma atlet
dilakukan secara struktural dan
tidak dilakukan secara
perorangan. Jika dikatakan struktural maka akan
memberikan pengertian dan
makna bahwa KPK harus
mengusut tuntas kasus ini dari
pemain paling atas sampai pemain
di kelas bawah. KPK tidak hanya mengusut
pelaku di lapisan bawah,
sedangkan pelaku kelas atas
tetap tidak tersentuh oleh
hukum. Jika itu yang terjadi
maka nyali KPK dapat dikatakan telah lemah dan sudah mengalami
disfungsi dalam pemberantasan
korupsi. Namun setidaknya, ada dua hal
yang seharusnya menjadi pelecut
bagi KPK menuntaskan kasus ini
hingga ke akar-akarnya,
Pertama, KPK didukung oleh
seluruh elemen masyarakat yang menginginkan negara ini bebas
dari tindak pidana korupsi Kedua, KPK bersifat independen
sehingga tidak ada satu pihak
manapun yang dapat
menggoyahkan KPK dalam
mengusut tuntas kasus ini. Jika
KPK dihianati maka masyarakat akan mati-matian membela KPK,
tidak ada lagi kekuatan yang
lebih besar selain dari kekuatan
rakyat untuk mendukung KPK. Namun sebaliknya,
pemberantasan korupsi akan
berjalan ditempat jika KPK tidak
berani dan mempunyai nyali kuat
dalam mengusut kasus proyek
pembangunan wisma atlet tersebut, dan selama itu pula
koruptor kelas kakap tetap
menggerogoti uang rakyat.

Senin, 03 Oktober 2011

bagaimana nasib kabupaten seluma selanjutnya?

kalau bupati seluma di tahan kpk karena kasus suap kepada dprd. Terus bupati di tunjuk plt. Kalau dprnya yang 27 dari 30 orang juga terlibat suap dan mereka nantinya di tahan juga, apakah anggota dprd tersebut juga akan di pltkan?

Jumat, 02 September 2011

Jakarta, 21 Agustus 2011 Kepada Sdr Muhammad
Nazaruddin
di tempat Pada hari Minggu, 21 Agustus,
saya telah membaca surat
saudara. Meskipun, sebelumnya
saya juga telah mendengarnya
dari pemberitaan berbagai media massa. Agar rakyat Indonesia menjadi jelas duduk persoalannya, saya putuskan untuk membalasnya melaui surat ini. Terkait proses hukum yang sedang saudara hadapi, mari kita semua tunduk pada aturan yang ada di negara hukum ini. Dalam setiap kasus hukum, yang melibatkan siapa pun, saya tidak pernah, tidak akan dan memang tidak boleh mencampuri proses hukum yang harus independen, bebas dari intervensi siapa pun. Prinsip dasar non intervensi,
penegakan hukum yang merdeka
tersebut, diatur dan dijamin
dengan jelas di dalam UUD 1945 dan peraturan perundangan
terkait lainnya. Oleh karena itu, saya sarankan,
saudara kooperatif menjalani semua proses hukum yang
sedang berlangsung. Saya
meyakini, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), yang sekarang menangani kasus saudara, akan
bekerja secara profesional,
independen, dan adil. Sampaikanlah seluruh informasi yang saudara ketahui kepada
KPK, agar menjadi bernilai di
hadapan hukum, agar semua
menjadi jelas dan tuntas.
Termasuk informasi tentang siapa saja yang harus
bertanggungjawab, tidak peduli
dari unsur manapun atau dari
partai politk apa pun. Karena, hukum tentu harus kita
tegakkan berdasarkan alat bukti
semata, tanpa pandang bulu,
tanpa tebang pilih. Dengan
demikian, kita melaksanakan
prinsip dasar persamaan di hadapan hukum (equality before the law), yang juga dijamin dalam konstitusi. Terkait masalah ketenangan
keluarga saudara, dalam semua
kasus, tidak hanya kasus
saudara, saya selalu
memerintahkan agar aparat
penegak hukum bekerja profesional, menjamin
keselamatan semua pihak yang
terkait. Adalah sudah menjadi
tanggung jawab aparatur
negara untuk menjamin
ketenangan, kenyamanan, dan keamanan seluruh warga negara. Meskipun, itu bukan berarti juga
perlindungan atau kekebalan dari
proses hukum jika warga negara
yang bersangkutan terjerat
suatu perkara. Kita harus terus
menjamin agar penegakan hukum kita berjalan adil, transparan,
dan akuntabel - jauh dari proses
tawar menawar atau negosiasi,
dalam bentuk apa pun. Demikian tanggapan saya atas
surat saudara. Semoga dalam
suasana Ramadhan kali ini, apa
yang saudara alami, dapat
menjadi bahan renungan dan
intropeksi. Selamat berpuasa, semoga Allah SWT memberikan
rahmat dan hidayah-Nya bagi
kita semua.
Presiden Republik Indonesia,
Susilo Bambang Yudoyono
Berwudlu’ adalah salah satu dari
syarat sahnya shalat, sebagaimana hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut: “Tidak diterima shalat salah seorang dari kalian, apabila dia berhadats (yakni batal wudlunya,
pent), sehingga dia berwudlu.” (HR. Muslim dalam Shahih nya halaman 459 juz 3 Bab Wujubut Thaharah lis Shalah no hadits 225 / 2, dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu ). Dengan berita dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam seperti ini, kita telah mengetahui bahwa berwudlu adalah amalan ibadah yang sangat penting untuk dipahami dan diamalkan dengan benar. BEBERAPA KETENTUAN DI SEPUTAR IBADAH Karena wudlu’ merupakan bagian terpenting dari ibadah, maka pelaksanaannya harus pula dengan menunaikan ketentuan- ketentuan utama dari ibadah. Ketentuan-ketentuan utama tersebut adalah sebagai berikut: 1). Amalan itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata. Hal ini berkenaan dengan
ketentuan hati dalam meniatkannya. Sebab amalan ibadah yang tidak diniatkan untuk Allah semata, maka amalan itu akan sia-sia dan tidak ada nilainya sama sekali. Allah Ta`ala menegaskan ketentuan ini dalam firman-Nya sebagai berikut : “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu (hai Muhammad) dan kepada Nabi-Nabi sebelummu, bahwa bila engkau menyekutukan Allah dengan lain- Nya dalam ibadahmu, niscaya akan batallah amalanmu. Dan sungguh engkau akan termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi.” ( Az-Zumar : 65) 2). Amalan itu haruslah dilakukan dengan tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam . Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau sebagimana berikut ini: “Barang siapa beramal dengan suatu amalan yang bukan dari ajaran kami, maka dia itu tertolak amalannya”. (HR. Muslim ) Maka dengan dua ketentuan tersebut, berwudlu haruslah dengan membersihkan hati kita dari segala niat untuk selain Allah
serta memurnikan niat kita berwudlu’ hanya untuk Allah semata, dan kita juga harus mengerti apa yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam dalam kaitannya dengan seputar amalan wudlu tersebut. Dengan ketentuan tersebut, kita dilarang ikut- ikutan dalam mengamalkan kewajiban berwudlu, tetapi harus
memastikan secara ilmiah bahwa cara berwudlu kita itu memang telah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam . KEUTAMAAN BERWUDLU’ BAGI KAUM MU’MININ Agar kita menjadi lebih bersemangat mengamalkan tuntunan berwudlu dengan benar dalam rangka beribadah kepada Allah Ta`ala, perlu juga kita mengerti beberapa keutamaan amalan wudlu’ di sisi Allah Ta`ala. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah memberitakan beberapa keutamaan itu dalam sabda- sabda beliau berikut ini: “Sesungguhnya ummatku akan datang di hari kiamat dalam keadaan bersinar anggota tubuhnya karena bekas terkena air wudlu. Maka barang siapa dari kalian ingin memanjangkan sinar anggota tubuhnya yang terkena wudlu, hendaklah dia lakukan.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 483 bab Istihbab Ithalatul Ghurrah wat Tahjil fil Wudlu’ , dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu . Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalamShahih nya Kitabul Wudlu’ bab Fadl-lul Wudlu’ wal Ghurrul Muhajjalin min Aatsaril Wudlu’ dengan lafadh yang sedikit berbeda). Pengertian “ memanjangkan
sinar anggota tubuhnya yang
terkena wudlu ”, ialah bahwa
ketika berwudlu membasuh
dengan air wudlu anggota
tubuhnya lebih panjang dari batas minimal ketentuan
membasuh anggota tubuh itu.
Misalnya batas minimal membasuh
kedua tangan adalah kedua siku.
Maka dalam rangka
memanjangkan sinar anggota tubuh yang terkena air wudlu
itu, diperbolehkan
memanjangkannya sampai ke
ketiak. Demikian pula batas
membasuh kedua telapak kaki
adalah kedua mata kaki. Maka dalam rangka tujuan yang sama,
boleh membasuhnya sampai ke
lutut. Demikian dijelaskan oleh Al-
Imam An-Nawawi dalamSyarah Shahih Muslim juz 3 hal. 482. Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang Muslim berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan sebaik- baiknya, kemudian setelah itu dia menunaikan shalat, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang terjadi di masa antara shalatnya itu dengan shalat berikutnya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 halaman 464 no hadits 227/5 bab Kitabut Thaharah bab Fadllul Wudlu’ was Shalah Aqibahu , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ). Juga beliau bersabda: “Barangsiapa berwudlu, dan ia menjalankannya dengan baik, niscaya akan keluar dosa- dosanya dari jasadnya, sampaipun akan keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim dalam Shahih nya juz 3 Kitabut Thaharah bab Wujub Isti’ab Jami’i Ajza’Mahallait Thaharah , dari Utsman bin Affan radliyallahu `anhu ). Dan masih banyak lagi riwayat- riwayat shahih dari sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang menerangkan betapa besar keutamaan wudlu’ yang dilakukan oleh seorang Mukmin apabila wudlu tersebut diamalkan dengan benar. Di samping dapat menghapuskan dosa-dosa kita, keutamaan berwudlu lainnya ialah bahwa Ahlul Wudlu’ (yakni orang yang suka berwudlu’) akan sangat dikenali oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam di hari kiamat dengan sinar kemuliaan dari anggota tubuhnya yang terkena air wudlu. Tentu orang yang dikenali oleh beliau sebagai ummat beliau di hari kiamat, akan disyafaati oleh beliau dengan ijin Allah Ta`ala. TUNTUNAN BERWUDLU’ YANG
BENAR Agar kita dapat menjalankan kewajiban berwudlu’ dengan benar dan baik, sehingga kita memperoleh segenap keutamaan berwudlu’ sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka kita wajib mempelajari bagaimana cara berwudlu’ yang benar. Berikut ini kami bawakan riwayat-riwayat tuntunan berwudlu’ dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam serta penjelasan para Ulama’ tentangnya. Sebelum kita membahas tuntunan wudlu’ sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita, perlu kita memahami firman Allah Ta`ala yang menjelaskan cara berwudlu’ sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’idah 6: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berdiri untuk menunaikan shalat, maka cucilah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai ke kedua siku. Dan usaplah dengan air wudlu kepala kalian. Dan cucilah kedua telapak kaki kalian sampai ke kedua mata kaki.” ( Al- Maidah : 6) Para Ulama’ menyatakan bahwa
apa yang disebutkan oleh Allah
Ta`ala di ayat ini adalah amalan
yang wajib dalam berwudlu’.
Demikian diterangkan oleh Al-
Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya dalamAl-Jami’ li Ahkamil Qur’an jilid 3 halaman 2080. Adapun niat, itu sudah termasuk
kewajiban berwudlu yang
disebutkan oleh ayat ini, ketika
Allah menyatakan dalam firman-
Nya (yang artinya): “ Dan
apabila kamu berdiri untuk shalat, maka cucilah wajah kalian
.” Jadi mencuci wajah dan
selanjutnya adalah dalam rangka
menunaikan shalat. Ini adalah
isyarat dari Allah Ta`ala tentang
wajibnya niat untuk melaksanakan wudlu’. Demikian
diterangkan oleh Al-Imam Asy-
Syaukani dalamFathul Qadir jilid 2 halaman 18. Sedangkan
amalan berwudlu’ yang lainnya
adalah merupakan adab dan
sunnah, sebagaimana hal ini
ditegaskan oleh Al-Imam Al-
Qurtubi. Demikianlah keterangan Allah Ta`ala dalam firman-Nya di
Al-Qur’an tentang cara
berwudlu’. Adapun keterangan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam tentang tuntunan berwudlu’ secara lengkap adalah sebagai berikut: Dari Humran maula Utsman bin Affan radliyallahu `anhu memberitakan bahwa dia pernah melihat Utsman bin Affan meminta disediakan air wudlu. Kemudian beliau menuangkan dari
bejana itu kepada kedua telapak tangannya sehingga mencucinya tiga kali. Kemudian beliau memasukkan telapak tangan kanannya ke dalam air itu guna mengambil air dengannya untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung serta mengeluarkannya. Setelah itu beliau mencuci wajah beliau sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke siku sebanyak tiga kali. Selanjutnya beliau mengusap kepalanya dengan air itu, dan setelah itu beliau mencuci kedua kakinya masing-masing sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu beliau menyatakan: “Aku melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’ seperti wudlu’ku ini.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Al-Madlmadlah fil Wudlu’ hadits ke 164, lihat Fathul Bari juz 1 halaman 266 no hadits 164) Abdullah bin Zaid radliyallahu
`anhu ketika ditanya bagaimana
cara wudlu’ Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam , maka beliau
pun memperagakan bagaimana
cara berwudlu’ Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dengan mencuci
kedua telapak tangannya
masing-masing dua kali. Kemudian
beliau berkumur-kumur dan
memasukkan air ke hidung (serta
mengeluarkannya, pent) sebanyak tiga kali. Setelah itu
mencuci wajahnya tiga kali dan
kemudian mencuci kedua
tangannya sampai ke kedua
sikunya masing-masing dua kali.
Kemudian mengusap kepalanya dengan kedua telapak
tangannya dengan cara
meletakkan kedua telapak
tangannya di bagian depan
rambut kepalanya dan
menggerakkan kedua telapak tangan itu ke bagian belakang
kepalanya dan kembali lagi ke
depan. Demikian beliau lakukan
dalam mengusap kepala dan
dilakukan hanya sekali,
sebagaimana diterangkan demikian dalamShahih Muslim – Kitabut Thaharah Bab Shifatul
Wudlu’ hadits ke 235, pent.
Kemudian beliau mencuci kedua
kaki beliau.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Mas-hur Ra’si Kullihi , hadits ke
185). Riwayat Abdullah bin Zaid ini
memberitakan bahwa Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam
mencuci kedua tangannya
masing-masing dua kali.
Sedangkan dalam riwayat Utsman bin Affan, beliau
memberitakan bahwa mencuci
tangan itu tiga kali. Bahkan
dalam riwayat lain, Abdullah bin
Zaid menceritakan bahwa
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membasuh anggota
badannya dalam berwudlu,
masing-masing dua kali. (HR. Bukhari hadits ke 158, Bab Al- Wudlu’ Marratain Marratain ).
Juga Abdullah bin Abbas
radliyallahu `anhuma
menceritakan bahwa Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam
berwudlu dengan membasuh anggota badannya masing-
masing sekali. (HR.Bukhari hadits ke 157, Bab Al-Wudlu’
Marratan Marratan ). Maka
dengan demikian, kewajiban
membasuh anggota badan dalam
berwudlu’ itu boleh sekali, atau
dua kali, dan boleh juga tiga kali. Yang terpenting daripadanya
ialah bila air wudlu’ itu
dipastikan telah merata
mengenai seluruh anggota badan
yang wajib terkena air wudlu’
itu. Di samping itu dalam riwayat Abdullah bin Zaid di atas telah diberitakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam mengusap kepala dengan air wudlu’. Yaitu dengan mengusapkan kedua telapak tangan yang telah dicelupkan ke dalam air wudlu’, dan diletakkan di bagian dahi paling atas. Kemudian kedua telapak tangan itu digerakkan ke arah kepala bagian belakang atau tengkuk, setelah itu dikembalikan kedua telapak tangan itu ke tempat semula (yaitu bagian depan kepala atau bagian atas dahi). Yang demikian itu dilakukan hanya sekali, bukan dua kali atau
lebih. Demikianlah semestinya mengusap kepala dalam berwudlu’ sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam . Sedangkan ketentuan lain daripada wudlu’ itu ialah memulainya dari bagian kanan dari anggota badan yang dibasuh
itu, setelah itu baru sebelah kiri. Karena hal ini telah diberitakan oleh A’isyah Ummul Mu’minin radliyallahu `anha bahwa: “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam itu senang memulai dengan
bagian kanannya dalam memakai alas kaki, atau dalam bersisir, dan dalam bersuci, serta dalam segala urusannya (yang mulia, pent).” Demikian dalam hadits riwayat Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu’ Bab Tayammunu fil Wudlu’ wal Ghusli , hadits ke 168. Adapun permasalahan mengusap kedua daun telinga, maka dalam perkara ini telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan nya dalam Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a annal Udzunain Minar Ra’si dari Abu Umamah radliyallahu `anhu hadits ke 37 yang memberitakan: “Nabi shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’, kemudian beliau mencuci wajahnya tiga kali, dan kedua tangannya tiga kali. Dan beliau mengusap kepalanya, dan beliau menyatakan: “Kedua telinga adalah bagian dari kepala (yakni bagian kepala yang harus diusap dengan air wudlu’, pent).” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dalam Sunan nya dan Ibnu Majah dalam Sunan nya. Al-Imam Ahmad Syakir rahimahullah telah menerangkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah segala keraguan tentang keshahihannya, dalam catatan kaki beliau terhadap Sunan At-Tirmidzi terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah cet. th. 1356 H / 1937 M. Juga Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini dalam catatan kaki beliau terhadap kitab Misykatul Mashabiih jilid 1 hal. 131 hadits ke 416. Selanjutnya, tentang cara mengusap kedua daun telinga itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani dalam Sunan nya, Kitabut Thaharah Bab Al-Wudlu’ Tsalatsan Tsalatsan hadits ke 135 dari Amer bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya (yakni dari Abdullah bin Amer bin Al-Ash radliyallahu `anhuma , pent), memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu’ (kemudian diceritakan wudlu’nya), kemudian diberitakan: “Beliau mengusap kepalanya, kemudian beliau memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua lubang telinganya dan meletakkan ibu jari beliau di bagian punggung daun telinga beliau, sehingga beliau mengusap punggung daun telinga itu dengan ibu jari dan mengusap bagian dalam daun telinga itu dengan jari telunjuk beliau.” Jadi mengusap kedua daun telinga dilakukan setelah mengusap kepala dengan air wudlu’ dan tidak perlu mengambil air wudlu’ lagi untuk mengusap kedua telinga itu. Akan
tetapi bergandengan pengusapannya setelah gerakan mengusap kepala. Kemudian permasalahan mengucap basmalah ketika akan memulai amalan wudlu’, maka hal
ini telah diriwayatkan oleh Sa’ied bin Zaid bin Amer bin Nufail radliyallahu `anhu , bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sah wudlu’ seseorang bila tidak membaca bismillah padanya.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a Fit Tasmiyah ‘indal Wudlu’ dari Said bin Zaid, juga diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dengan lafadh yang sama, lihat As-Sunanul Kubra juz 1 Kitabut Thaharah Bab At-Tasmiyah ‘alal Wudlu hal. 43 dari Abu Said Al-Khudri radliyallahu `anhu ) Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalamTalkhisul Habir jilid 1 hal. 123 – 128 membawakan beberapa riwayat dan sanad hadits tersebut di atas, kemudian beliau menyatakan kesimpulannya: “Yang nyata dari segenap hadits-hadits tersebut, jadilah hadits ini mempunyai kekuatan sanad (yakni mempunyai keakuratan berita, pent) yang menunjukkan bahwa berita tentang sabda Nabi tersebut mempunyai asal usul (yakni nara sumbernya bisa dipercaya, pent). Abu Bakar bin Abi Syaibah telah berkata: “Telah pasti bagi kami bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda dengannya.” Dengan demikian, maka memulai wudlu’ dengan membaca bismillah adalah termasuk kewajiban wudlu’ berdasarkan hadits tersebut di atas. Demikian dinyatakan oleh dua orang Imam dari kalangan tabi`in, Ishaq bin Rahuyah dan Al-Hasan Al-Basri rahimahumullah . Al-Imam At- Tirmidzi memberitakan hal ini dalam Sunan nya dan Al- Mundziri dalamTarghib nya. Dalam menjalankan amalan wudlu’, diwajibkan pula untuk menyilang-nyilang jari jemari tangan dan kaki agar air wudlu’ itu sampai ke seluruh tangan dan
kaki yang wajib dibasuh. Hal ini telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau sebagai
berikut ini: “Apabila kamu berwudlu’, maka silang-silangkanlah jari-jemari kedua tanganmu dan kedua kakimu.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 57 hadits ke 39 dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhu , juga Ibnu Majah dalam Sunan nya Kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 153 hadits ke 447 dan juga Ahmad dalam Musnad nya dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma ). Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullah telah menjelaskan
dalamTalkhisul Habir jilid 1 hal. 165 bahwa Al-Imam Al-Bukhari
telah menghasankan hadits ini.
Al-Imam Asy-Syaukani
rahimahullah dalamNailul Authar jilid 1 hal. 191 menyatakan: “Hadits-hadits ini
menunjukkan disyariatkannya
menyilang-nyilangkan jari-jemari
tangan dan kaki. Dan hadits-
hadits dalam perkara bab ini
saling menguatkan satu dengan lainnya sehingga sangat
meyakinkan wajibnya perkara
ini.” Adapun menyilang-nyilangkan jari-jemari pada jenggot dengan air wudlu dalam berwudlu’, maka
yang demikian ini adalah salah satu sunnah dari amalan-amalan sunnah wudlu’. Berhubung apa yang diriwayatkan oleh At- Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa’a fi Takhlilil Lihyah , hadits ke 31 dari riwayat Israil yang meriwayatkannya dari Amir bin Syaqiq. Beliau meriwayatkannya dari Abu Wa’il. Dan beliau meriwayatkannya dari Utsman bin Affan yang memberitakan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menyilang-nyilang jenggot beliau (dalam berwudlu’, pent). Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah menjelaskan: “Muhammad bin Ismail berkata (yakni Al-Imam Al- Bukhari, pent): Hadits yang paling
shahih dalam bab ini ialah yang diriwayatkan oleh Amir bin Syaqiq
dari Abu Wa’il dari Utsman bin Affan.” Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar jilid 1 hal. 186 menjelaskan: “Yang benar bahwa
hadits-hadits dalam bab ini setelah diyakini bahwa hadits- hadits tersebut dapat dijadikan dalil, bahwa hadits-hadits itu tidak menunjukkan wajibnya perbuatan tersebut.” Al-Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi jilid 1 hal. 129 menerangkan bahwa jumhur Ulama’ (yakni mayoritas Ulama’)
berpandangan bahwa menyilang- nyilangkan air wudlu’ diantara jenggot adalah sunnah bila dalam berwudlu’, tetapi perbuatan tersebut adalah wajib dalam amalan mandi junub. Kemudian beliau menambahkan: “Aku katakan: pendapat yang paling mantap dan kuat menurut aku ialah pendapat kebanyakan Ulama’ tersebut, Wallahu Ta`ala A’lam .” Demikianlah kami nukilkan kepada pembaca sekalian, pendapat yang paling kuat menurut kami dengan melihat dalil-dalil yang shahih sanadnya dari para Ulama’ yang berpendapat seperti itu. Kemudian amalan sunnah yang lainnya dalam berwudlu’ adalah mengucapkan syahadat setelah berwudlu’. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini: “Barangsiapa yang berwudlu’ kemudian setelahnya mengatakan: Asyhadu anlaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu (artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah yang esa dan tidak ada sekutu bagi- Nya, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad itu adalah hambaNya dan RasulNya, pent), niscaya akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan untuk dia masuk dari mana saja yang dia suka.” Dalam riwayat lain bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyebutkan seperti itu juga tanpa menyebutkan: Barangsiapa berwudlu maka setelahnya dia berkata: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu .” (HR. Muslim dalam Shahih nya, Kitabut Thaharah Bab Al- Mustahab Aqbal Wudlu’ , dari riwayat Uqbah bin Amir Al- Juhaniy radliyallahu `anhu ). Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
menjelaskan bahwa membaca
bacaan ini setelah berwudlu’
adalah sunnah (Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An-Nawawi, juz 3 hal. 472). Hal yang sangat diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah kelalaian banyak orang dalam membasuh kedua telapak kakinya, untuk membasuh telapak kaki bagian belakang. Sehingga bagian tersebut sering tidak terkena air wudlu’ dan tentunya yang demikian ini menyebabkan tidak sahnya wudlu’ tersebut dan berakibat pula tidak sahnya shalat yang dilakukan sesudahnya. Demikian ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , ketika melihat seorang yang telah berwudlu’ tetapi dia meninggalkan bagian di kakinya tempat yang tidak terkena air wudlu’ sebesar satu kuku, dan hal ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka beliaupun memerintahkan kepadanya untuk
kembali berwudlu’ dengan cara yang lebih baik. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim An-Nisaburi dalam Shahih nya hadits ke 243, dari Umar bin Al- Khattab radliyallahu `anhu . Terhadap hadits ini Al-Imam An- Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa meninggalkan sebagian kecil dari anggota badan yang wajib untuk dibasuh dengan air wudlu’, maka tidak sah wudlu’nya dan pendapat yang demikian ini telah disepakati
oleh para Ulama’.” ( Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An- Nawawi, juz 3 halaman 480). Bahkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ketika melihat seorang pria tidak mencuci telapak kaki bagian belakang, maka beliau mengingatkan: “Celakalah bagi telapak kaki bagian belakang yang tidak terkena air wudlu’ dengan jilatan api neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih nya jilid 1, 2, 3 Kitabut Thaharah Bab Wujub Ghuslir Rijlain wastii`aabi jamii`i ajzaa’i mahalli ath-thaharaah halaman 480 no. 242 dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu ). KESIMPULAN DAN PENUTUP Demikianlah mestinya pelaksanaan berwudlu’ sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dengan riwayat-riwayat yang shahihah menurut penjelasan para Ulama’ Ahlil Hadits. Dan bila berbagai pembahasan tersebut di atas kita simpulkan, maka cara berwudlu’ yang benar itu ialah sebagai berikut: 1). Berniat yang ikhlas karena Allah Ta`ala semata menunaikan wudlu’ untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam beribadah untuk-Nya. 2). Mengucapkan bismillah ketika akan memulai amalan wudlu’nya. 3). Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan dan menyilang-nyilangkan air di antara jari jemari tangan. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali dengan memulai dari tangan sebelah kanan. 4). Berkumur-kumur dan memasukkan pula air ke hidung sebanyak tiga kali. 5. Membasuh muka dengan menyilang-nyilangkan pula air wudlu’ itu di antara rambut jenggot dan cambang sehingga air wudlu’ itu merata mengenai seluruh bagian wajah sampai batas wajah dengan telinga dan rambut kepala. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. 6). Membasuh tangan sebelah kanan sampai ke siku dengan menyilangkan-nyilangkan air wudlu’ di antara jari jemari tangan. Dilakukan yang demikian ini sebanyak tiga kali. 7). Membasuh tangan sebelah kiri dengan cara yang serupa ketika membasuh tangan sebelah kanan. 8). Mengusapkan air wudlu’ ke kepala dengan cara mencelupkan kedua telapak tangan ke dalam air wudlu’ kemudian meletakkan keduanya di bagian depan kepala dan di jalankan keduannya pada bagian atas rambut kepala itu ke
bagian belakang kepala (yakni ke tengkuk), kemudian keduanya dikembalikan lagi ke depan. Kemudian langsung mengusap kedua daun telinga dengan memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam lubang telinga serta mengusap dengannya bagian dalam telinga itu dan mengusapkan kedua ibu jari ke bagian belakang daun telinga. Hal ini dilakukan sekali. 9). Membasuh bagian kanan telapak kaki sampai ke mata kaki
dengan menyilang-nyilangkan air wudlu’ ke jari jemarinya. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. 10). Melakukan perbuatan yang sama dengan telapak kaki sebelah kirinya seperti yang dilakukan di telapak kaki sebelah kanan. 11). Mengucapkan syahadatain setelah menjalankan seluruh amalan wudlu’ itu. 12). Disunnahkan untuk melebihkan dalam membasuh dan mengusap anggota badan yang harus dialiri air wudlu’ dari batas minimalnya. Yaitu membasuh kedua tangan sampai ke kedua ketiak, membasuh kepala sampai ke tengkuk dan leher, membasuh kedua telapak kaki sampai ke kedua lutut atau paha. 13). Menigakalikan atau menduakalikan dalam membasuh bagian-bagian badan yang harus dibasuh dalam berwudlu’ adalah sunnah. Sedangkan yang wajib adalah sekali bila diyakini bahwa air wudlu’ telah rata mengena seluruh bagian tubuh yang harus terkena. 14). Disunnahkan pula untuk menjalani wudlu dengan sesuai tertib urutan yang disebutkan di atas. Demikianlah cara berwudlu yang benar sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam . Dan kita menjalankan tuntunan tersebut, karena berwudlu’ adalah salah satu dari amalan ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan dengan tuntunan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam

adam dan hawa

Dengan lengkapnya kehidupan
Adam di surga Allah ketika
diciptakan baginya pasangannya,
yaitu Hawwa’, maka iblispun
yang telah diusir dari surgaNya
dan telah dikutuk olehNya, mulai melancarkan operasi
kedengkiannya dengan
menggoda Adan dan Hawwa’
agar melanggar larangan Allah
mendekati pohon terlarang yang
ada padanya. Kisah godaan iblis dan
pelanggaran Adam dan Hawwa’
ini telah diceritakan oleh Allah
Ta’ala dan RasulNya serta para
Shahabat nabi Muhammad
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam sebagaimana berikut ini. Allah
Ta’ala menceritakan proses
rayuan iblis kepada keduanya
dalam beberapa ayat Al Qur’an
berikut ini : (Artinya)”Wahai Adam, tinggallah
engkau dan pasanganmu di
surga, makanlah apa saja yang
kalian sukai darinya dan
janganlah kalian mendekati
pohon itu. Karena bila kalian mendekatinya maka kalian
berdua akan menjadi termasuk
golongan orang-orang yang
dhalim. Maka syaithanpun
membisiki Adam dan Hawwa’
dengan satu perkara yang menyebabkan terbukanya
kemaluan keduanya. Dan
syaithanpun menyatakan :
Tidaklah Tuhan melarang kalian
berdua mendekati pohon ini,
kecuali agar kalian tidak menjadi Malaikat atau agar kalaian
jangan tinggal di sorga ini
dengan kekal. Dan syaithanpun
bersumpah dengan nama Allah di
hadapan keduanya dengan
menyatakan : Sesungguhnya aku adalah pihak yang dengan tulus
menasehati kalian berdua. Maka
syaithanpun menipu keduanya
untuk mendekati pohon itu.
Sehingga ketika keduanya
merasakan buah dari pohon itu, tampaklah bagi keduanya
kemaluan masing-masing,
sehingga keduanyapun
bersegera menutupi aurat
masing-masing dengan dedaunan
pohon-pohon di sorga. Maka Tuhanpun memanggil keduanya :
Bukankah Aku telah melarang
kalian berdua untuk medekat
kepada kedua pohon itu, dan
bukankah Aku telah mengatakan
kepada kalian berdua, bahwa syaithan itu adalah musuh yang
nyata bagi kalian berdua. Maka
Adam dan Hawapun menyatakan :
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
kami telah mendhalimi diri kami.
Maka bila Engkau tidak mengampuni kami dan tidak
merahmati kami, niscaya kami
sungguh akan menjadi golongan
yang merugi. Allah menyatakan
kepada semuanya: Turunlah
kalian semua kebumi, sebagian kalian akan musuh atas sebagian
yang lainnya. Dan bagi kalian di
bumi itu ada tempat tinggal dan
kesenangan sampai waktu
tertentu. Allah menyatakan juga
kepada mereka semua : Di bumi itu kalian akan hidup dan
padanya pula kalian akan mati
dan daripadanya pula kalian akan
dibangkitkan di hari kiamat”. S.
Al a’raf 19 – 25. Al Imam Abu Ja’far Muhammad
bin Jarir At Thabari rahimahullah
dalam tafsir beliau ketika
menerangkan ayat ke 36 S. Al
Baqarah, membawakan sebuah
riwayat dengan sanadnya bersambang kepada para
Shahabat Nabi sallallahu alaihi wa
aalihi wasallam wa radhiyallahu
anhum ajma’in seperti Ibnu
Abbas, Ibnu mas’ud dan lain-
lainnya dari kalangan Shahabat senior semua beliau
menerangkan : “Ketika Allah
Yang Maha Agung dan Maha
Mulya menyatakan kepada
Adam : Tinggallah engkau dan
pasanganmu di sorga dan makanlah dari buah-buahan di
sorga dengan sekehendak kalian,
dan janganlah kalian berdua
mendekati pohon itu, niscaya bila
kalian mendekatinya akan
menjadi termasuk golongan orang-orang yang berbuat
dzalim.
Iblis ingin untuk masuk ke sorga
guna menemui keduanya, tetapi
penjaga sorga mencegahnya.
Maka diapun mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah
hewan yang mempunyai empat
kaki seperti onta, dan ia adalah
hewan yang paling bagus
bentuknya waktu itu. Iblis
berbicara dengannya untuk kiranya dia dapat masuk di mulut
ular itu dan ular itupun masuk ke
sorga sehingga iblis dapat masuk
dengannya dan lolos dari
penjaganya. Mereka tidak
mengerti, apa yang dimaukan oleh Allah dengan ketentuan
taqdirNya dimana iblis berhasil
mengecohkan Malaikat penjaga
sorga sehingga dapat masuk ke
dalam sorga dengan menumpang
pada ular itu. Maka iblispun dapat berbicara dengan Adam
dan Hawwa’ dari mulut ular itu,
tetapi keduanya tidak
memperdulikannya. Akhirnya
iblispun keluar dari mulut ular itu
dan baru keduanya mau mendengar omongannya. Kata
iblis kepada keduanya : Wahai
Adam, maukah aku tunjukkan
kepadamu pohon khuldi (yakni
pohon kekekalan) dan pohon
mulkin (yakni pohon yang menjadikan orang yang
memakannya menjadi raja) yang
tidak akan binasa.(Demikian
diberitakan oleh Allah Ta’ala
pernyataan iblis kepada Adam
dalam S. Thaha ayat ke 120). Selanjutnya iblis menyatakan
kepada Adam : Maukah aku
tunjukkan kepadamu satu pohon
yang bila engkau memakan
buahnya, niscaya engkau akan
menjadi raja seperti Allah Ta’ala, atau engkau menjadi orang-
orang yang kekal, sehingga
engkau tidak akan mati
selamanya. Dan iblispun
bersumpah di hadapan keduanya
dengan atas nama Allah sembari menyatakan : Sesungguhnya aku
termasuk pihak yang tulus dalam
memberikan nasehat kepada
kalian berdua. Iblis menginginkan
dari keduanya untuk
tersingkapnya kemaluan keduanya dengan membuka baju
keduanya. Dan iblis telah tahu
sebelumnya, bahwa keduanya
mempunyai kemaluan ketika iblis
sempat melongok pada catatan
para Malaikat. Tetapi Adam belum mengerti kalau dirinya punya
kemaluan. Waktu itu pakaian
Adam untuk menutupi auratnya
adalah dhufura (yakni dari
sesuatu yang menyerupai lemak
daging yang jernih, putih dan tebal- demikian diterangkan
dalam An Nihayah fi Gharibil
Hadits, karya Abus Sa’adaat
Ibnul Atsir jilid 3 hal. 158-pent).
Maka Adam menolak ajakan iblis
untuk makan buah dari pohon terlarang itu. Tetapi Hawwa’
justru maju mendekati pohon itu
dan makan dari buahnya,
kemudian dia menyatakan
kepada Adam : Wahai Adam
makanlah, karena aku telah memakannya dan tidak berakibat
negatif apapun bagiku. Maka
ketika Adam makan daripadanya,
tampaklah kemaluan keduanya
dan segeralah mereka berusaha
menutupinya dengan dedaunan di surga”. Demikian At Thabari
membawakan dalam Tafsir beliau,
riwayat yang menerangkan
proses pelanggaran Adam dan
Hawwa’ secara lengkap
sebagaimana yang dikisahkan oleh para Shahabat Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Kemudian perlu juga kita
mengerti, tentang apa penilaian
Allah Ta’ala terhadap
pelanggaran Adam dan Hawwa’
ini dan apa hukum yang Allah
tetapkan bagi kedua setelah pelanggaran itu. Dalam hal ini
telah diberitakan oleh Allah dalam
firmanNya di dalam Al Qur’an di
ayat lainnya sebagai berikut : “Dan Adam telah durhaka
kepada Tuhannya dan telah
melenceng dari ketentuan Allah.
Kemudian Tuhannya telah
memilihnya sebagai orang yang
bertaubat atas pelanggarannya dan menunjukinya untuk
bertaubat kepadaNya. Allahpun
menyatakan : Turunlah kalian
berdua ke bumi. Sebagian dari
kalian menjadi musuh atas
sebagian yang lainnya. Maka bila datang kepada kalian dariKu
petunjuk, maka dia tidak akan
sesat dan tidak akan celaka. Dan
barangsiapa yang berpaling dari
mengingat Aku, maka
sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami bangkitkan
dia di hari kiamat sebagai orang
buta”. S. Thaha 121 – 124.
Adam dan Hawwa’ diusir dari
surga setelah terjadinya
pelanggaran itu dan keduanya diturunkan ke bumi bersama
dengan iblis dan ular yang
mengantarkan iblis ke dalam
surga. Tetapi Adam dan Hawwa’
diusir dari surga dan diturunkan
ke bumi dalam keadaan dipilih oleh Allah Ta’ala sebagai
hambaNya yang bertaubat dari
kemaksiyatannya dan Allah
mengampuni keduanya dan
menunjuki keduanya ke jalan
yang diridhaoiNya. Sedangkan iblis dan ular diturunkan oleh
Allah kebumi dengan kutukanNya.
Sehingga ular dengan
kutukanNya dihilangkan darinya
keempat kakinya, maka diapun
berjalan dengan bergeser di atas bumi. Allah Ta’ala katakan dalam
pengusiran Adam dan Hawwa dari
surga dan diturunkan semuanya
(baik Adam dan Hawwa’ maupun
iblis dan ular) ke bumi :
“Sebagian dari kalian menjadi musuh atas sebagian yang
lainnya”. Artinya; Adam dan
Hawwa’ dan segenap anak
turunannya menjadi musuh bagi
iblis dan ular dan segenap anak
turunannya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam At
Thabari dalam tafsirnya dari
keterangan Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma. Kemudian
setelah beliau membawakan
riwayat-riwayat tersebut, beliau menambahkan :
“Bila ditanyakan : Apa bentuk
permusuhan antara Adam dan
istrinya terhadap iblis dan ular ?
Jawabannya adalah : Adapun
permusuhan iblis terhadap Adam dan turunannya, ialah
kedengkiannya terhadap Adam
dan penolakannya untuk
mentaati Allah ketika
memerintahkan kepadanya agar
bersujud kepada Adam seraya mengatakan kepada Allah: Aku
lebih baik daripadanya, karena
engkau menciptakan aku dari api
dan engkau menciptakannya dari
tanah liat (S. Shad 76). Adapun
permusuhan Adam dan anak keturunannya terhadap iblis,
adalah permusuhan kaum
Mu’minin terhadap iblis karena
kekafirannya kepada Allah dan
kedurhakaannya terhadap
Tuhannya dalam bentuk penolakannya dan
pembangkangannya terhadap
perintahNya. Dan sikap
permusuhan Adam dan anak
turunannya yang mu’min
terhadap iblis, adalah sebagai sikap dhahir keimanan mereka
kepada Allah. Adapun sikap
permusuhan iblis terhadap Adam
adalah sikap dhahir kekafiran
iblis terhadap Allah. Sedangkan permusuhan antara
Adam dan anak turunannya
terhadap ular, maka hal ini telah
kami sebutkan adanya riwayat
dari Ibni Abbas dan Wahhab bin
Munabbah. Riwayat-riwayat tersebut menerangkan
permusuhan itu. Sebagaimana
juga yang telah diriwayatkan
dari sabda Nabi Muhammad
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
bahwa beliau bersabda : Kita tidak akan membiarkan ular itu
sejak kita memeranginya. Maka
barangsiapa tidak membunuhnya
ketika menemuinya karena takut
pembalasannya, maka sungguh
dia bukan dari golongan kami”. Demikian At Thabari
menerangkannya dalam tafsir
beliau jilid 1 halaman 278. Dikisahkan pula dalam beberapa
riwayat, seberapa lama Adam
dan Hawwa’ tinggal di surga
sejak ditempatkan padanya oleh
Allah Ta’ala sampai diusir
daripadanya untuk diturunkan kedunia. Al Imam Abul Fida’ Ibnu
Katsir rahimahullah dalam kitab
beliau Al Bidayah Wannihayah jilid
1 halaman 74, membawakan
beberapa riwayat sebagai
berikut: Diriwayatkan dalam Shahih Muslim
bahwa Rasulullah sallallahu alaihi
wa aalhi wasallam bersabda :
“Sebaik-baik hari yang matahari
terbit padanya adalah hari
Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan oleh Allah, dan pada
hari itu pula dia dimasukkan ke
surga. Juga pada hari itu dia
dikeluarkan dari surga”. Dan
dalam Shahih Al Bukhari
disebutkan pula sabda Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam
yang menyatakan : “Dan pada
hari Jum’at pula terjadinya hari
kiamat”.
Adapun pengertian bahwa Adam
masuk surga pada hari Jum’at dan dikeluarkan darinya pada
hari itu juga, ialah sebagaimana
yang diterangkan oleh Al Imam At
thabari dalam Tarikhnya (jilid 1
hal. 118 – 120), bahwa Adam dan
Hawwa’ ditempatkan di surga pada hari Jum’at yang sehari
waktu itu ukurannya dengan
hari yang ada di dunia ini ialah
seribu tahun. Jadi sejam di hari
itu, ukurannya ialah delapan
puluh tiga tahun dengan hari yang ada di dunia ini. Sedangkan
dalam beberapa riwayat
diberitakan bahwa Adam
diciptakan sesaat menjelang
waktu petang. Kemudian di hari
itu juga , dia ditempatkan di surga dan Hawwa’ juga
diciptakan setelahnya masih di
hari itu. Dia dikeluarkan dari
surga untuk diturunkan ke bumi
juga di hari itu. Yakni keduanya
tinggal di surga Firdaus, hanya setengah jam menurut hitungan
waktu di sisi Allah Ta’ala atau
empat puluh tiga tahun empat
bulan dalam ukuran waktu di
dunia. Demikian saya ringkaskan
dari keterangan Al Imam At Thabari dalam Tarikhnya. Selanjutnya berkenaan dengan
tempat pertama kalinya Adam,
Hawwa’, iblis dan ular ke bumi
ini, ialah sebagaimana yang
diterangkan oleh Al Imam At
Thabari dalam Tarikhnya (jilid 1 hal. 121 – 126), bahwa Mujahid
meriwayatkan keterangan
Abdullah bin Abbas bin Abdul
Mutthalib yang mengatakan :
“Adam diturunkan ketika turun
kebumi di negeri India”. Abu Shaleh meriwayatkan juga dari
Ibnu Abbas yang menerangkan
bahwa Hawwa’ diturunkan di
Jiddah yang merupakan bagian
dari Makkah. Kemudian dalam
riwayat lain At Thabari meriwayatkan lagi bahwa iblis
diturunkan di negeri Maisan,
yaitu negeri yang terletak
antara Basrah dengan Wasith.
Sedangkan ular diturunkan di
negeri Asbahan (Iran). Demikianlah Allah Ta’ala memulai
kehidupan Adam dan Hawwa’
didunia setelah keduanya diusir
dari surga. Perpisahan dan
perjumpaan adalah satu
kemestian dalam kehidupan di dunia ini sebagaimana
terpisahnya Adam dari Hawwa’
ketika diturunkan di dunia. Dan
juga satu kemestian pula dalam
kehidupan di dunia ini, bahwa
hidup itu harus berlaga menghadapi musuh-musuh.
Karena disamping keduanya
diturunkan di dunia ini, juga
diturunkan di dunia ini iblis dan
ular sebagai kedua musuh anak
manusia sampai hari kiamat. (B E R S A M B U N G)
Telah berkembang berbagai opini
di tengah masyarakat tentang
kemanakah ruh itu pergi setelah
berpisah dari jasadnya (mati).
Apakah ruh itu masih
bergentayangan di alam dunia ini ? apakah ia mampu
menampakkan diri dihadapan
manusia ? Untuk mengetahui itu
semua, kita memerlukan
informasi yang benar, akurat
dan meyakinkan karena permasalahan itu adalah
permasalahan ghaib yang
mustahil untuk diketahui kecuali
hanya jika diberitakan oleh satu-
satunya pihak yang mengetahui
rahasia alam ghaib yakni Allah Ta`ala. Dan satu-satunya jalur
informasi yang resmi yang
digaransi dan direkomandasikan
oleh Allah Ta`ala untuk
menyampaikan berita-berita alam
ghaib tersebut hanyalah melalui utusanNya (rasulNya) yakni Nabi
Muhammad Shalallahu `Alayhi
Wasallam. Jawaban-jawaban yang
tidak berasal dari beliau
Shalallahu `Alayhi Wasallam adalah
hanya sebatas prasangka dan dugaan semata yang sudah
dapat dipastikan bahwa berita
tersebut adalah dusta. Oleh
sebab itu semua pertanyaan itu
pada kesempatan ini akan
dijawab langsung oleh Rasulullah Shalallahu `Alayhi Wasallam dalam
sabda beliau berikut ini.
Dari shahabat Al Baraa` bin `Aazib
menceritakan: kami keluar
bersama Rasulullah Shalallahu
`Alalyhi Wasallam untuk mengantar jenazah seorang laki-
laki dari kalangan Anshar. Maka
kami tiba di pemakaman dan
ketika itu lahadnya sedang
dipersiapkan. Rasulullah Shalallahu
`Alalyhi Wasallam duduk dan kamipun ikut duduk di sekitar
Baliau Shalallahu `Alalyhi Wasallam
dalam keadaan terdiam tak
bergerak seakan-akan diatas
kepala kami ada burung yang
kami khawatirkan terbang. Di tangan Rasulullah Shalallahu
`Alalyhi Wasallam ketika itu ada
sebuah ranting yang Beliau
Shalallahu `Alalyhi Wasallam
gunakan untuk mencocok-cocok
tanah. Maka tiba-tiba Beliau Shalallahu `Alalyhi Wasallam
menegok kearah langit dan
menengok kearah bumi sebanyak
tiga kali kemudian bersabda:
“hendaklah kalian meminta
perlindungan kepada Allah Ta`aala dari adzab kubur, beliau
mengucapkan itu sebanyak dua
atau tiga kali, lalu beliau berdo`a:
`yaa Allah sesungguhnya aku
berlindung kepada Engkau dari
adzab kubur` pinta beliau sebanyak tiga kali”.
Setelah itu beliau bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba
yang mukmin ketika akan
meninggalkan dunia dan menuju
ke alam akhirat, turun kepadanya para malaikat dari
langit. Wajah-wajah mereka putih
berseri laksana matahari. Mereka
membawa kain kafan dan wangi-
wangian dari surga. Merekapun
duduk di dekat si mukmin itu sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malaikat
maut `Alayhissalaam hingga
duduk di sisi kepala si mukmin itu
seraya berkata: “wahai jiwa
yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridhaan dari
Allah”
Ruh yang baik itupun mengalir
keluar sebagaimana mengalirnya
tetesan air dari mulut wadah
kulit. Maka malaikat mautpun mengambilnya. (Di dalam satu
riwayat disebutkan: hingga
ketika keluar ruhnya dari
jasadnya, seluruh malaikat di
antara langit dan bumi serta
seluruh malaikat yang ada di langit mendoakannya. lalu
dibukakanlah untuknya pintu-
pintu langit. Tidak ada satu
malaikat penjaga pintu langitpun
kecuali mesti berdo`a kepada
Allah agar ruh itu diangkat melewati mereka). Ketika ruh itu
diambil oleh malaikat maut, tidak
dibiarkan sekejap matapun
berada ditangan malaikat maut
itu melainkan segera diambil oleh
para malaikat yang berwajah putih tadi. Maka mereka
membungkus ruh tersebut
kedalam kain kafan dan wangi-
wangian yang mereka bawa, dan
keluarlah dari ruh tersebut
wangi yang paling semerbak dari aroma wewangian yang pernah
tercium dimuka bumi ini. Kemudian
para malaikat itu membawa ruh
itu naik. Tidaklah mereka
melewati sekelompok malaikat
kecuali mesti ditanya: “siapakah ruh yang baik ini?” para
malaikat yang membawanya
menjawab: “Fulan bin Fulan”,
disebut namanya yang paling
bagus yang dulunya ketika di
dunia orang-orang menamakannya dengan nama
tersebut. Demikian hingga
rombongan itu sampai ke langit
dunia. merekapun meminta
dibukakan pintu langit untuk
membawa ruh tersebut. Maka dibukakanlah pintu langit.
Penghuni setiap langit ikut
mengantarkan ruh tersebut
sampai ke langit berikutnya
hingga mereka sampai ke langit
yang ke tujuh. maka Allah `Azza wa Jalla berfirman: “tulislah
catatan amal hamba-Ku ini di
`illiyyiin dan kembalikanlah ia ke
bumi, karena dari tanah mereka
Aku ciptakan, ke dalam tanah
mereka akan Ku kembalikan dan dari dalam tanah mereka akan
Aku keluarkan pada kali yang
lain”.
Si ruh pun dikembalikan ke dalam
jasadnya yang dikubur di dalam
tanah. Maka sunguh ia mendengar suara sandal orang-
orang yang mengantarnya ke
kuburnya ketika mereka pergi
meninggalkannya. Maka setelah
itu ia didatangi dua malaikat
yang mendudukkannya dan mereka bertanya kepadanya
“siapa Rabb kamu?” ia
menjawab: “Rabbku adalah
Allah”. Ditanya lagi: “Apa
agamamu?”, Jawabnya:
“agamaku Islam” jawabnya. “Siapa laki-laki yang diutus di
tengah kalian ?” tanya dua
malaikat lagi, “Dia adalah
Rasulullah Shalallahu `Alayhi
Wasallam” jawabnya. “Apa
amalmu” pertanyaan berikutnya, “aku membaca kitabullah lalu
aku beriman dan
membenarkannya” ,jawabnya.
Ini adalah ujian terakhir yang
dihadapkan kepada seorang
mukmin. Dan Allah mengokohkannya sebagaimana
disebutkan di dalam firman-Nya:
“Allah menguatkan orang-orang
yang beriman dengan ucapan
yang kokoh dalam kehidupan
dunia dan dalam kehidupan akhirat.” (Ibrahim:27).
Kemudian tersengarlah suara
penyeru dari langit yang
menyerukan: “telah benar
hamba-Ku, maka bentangkanlah
untuknya permadani dari surga. Pakaikanlah ia pakaian dari surga
dan bukakanlah untuknya
sebuah pintu ke surga.
Lalu datanglah kepada ruh
mukmin ini wangi dan
semerbaknya surga serta dilapangkan baginya kuburnya
sejauh mata memandang.
kemudian ia didatangi oleh pria
yang berwajah bagus,
berpakaian bagus, harum baunya
seraya berkata: “Bergembiralah dengan apa yang
menggembirakanmu, ini adalah
hari yang pernah dijanjikan
kepadamu.”
Ruh mukmin ini bertanya dengan
heran: “siapakah engkau ? wajahmu merupakan wajah yang
datang dengan kebaikan”. “Aku
adalah amal shalihmu. Demi Allah
aku tidak mengetahui dirimu
melainkan seorang yang
bersegera mentaati Allah dan lambat dalam bermaksiat kepada
Allah, semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan” jawab yang
ditanya. Kemudian dibukakan
untuknya pintu dari surga dan
neraka. Lalu dikatakan: “ini adalah tempatmu seandainya
engkau dulunya bermaksiat
kepada Allah, lalu Allah mengganti
bagimu dengan surga ini”. Maka
bila ruh mukmin ini melihat apa
yang ada di dalam surga, iapun berdo`a: “Wahai Rabb-ku
segerakanlah datangnya hari
kiamat agar aku dapat kembali
kepada keluarga dan hartaku.”
Dikatakan kepadanya “Tinggallah
engkau”. Kemudian Rasulullah Shalallahu
`Alalyhi Wasallam melanjutkan
penuturan beliau tentang
perjalanan ruh. Beliau Shalallahu
`Alalyhi Wasallam bersabda:
”sesungguhnya seorang hamba yang kafir (di dalam riwayat
yang lain hamba yang fajir)
apabila akan berangkat
meningggalkan dunia dan menuju
alam akhirat, turun kepadanya
dari langit para malaikat yang keras, kaku dan berwajah hitam.
Mereka membawa kain yang
kasar dari neraka. Mereka duduk
di dekat si kafir itu sejauh mata
memandang. Kemudian datanglah
malaikat maut hingga duduk di sisi kepala si kafir seraya
berkata “wahai jiwa yang buruk,
keluarlah menuju kemurkaan dan
kemarahan Allah”.
Ruh yang buruk itu pun
terpisah-pisah berserakan dalam jasadnya, lalu ditarik oleh
malaikat maut sebagaimana
dicabutnya besi yang banyak
cabangnya dari wol yang basah,
hingga tercabik-cabik urat dan
syarafnya. Seluruh malaikat di antara langit dan bumi dan
seluruh malaikat yang ada
dilangit melaknatnya. pintu-pintu
langit ditutup. Tidak ada satu
malaikat penjaga pintu pun
kecuali berdo`a kepada Allah Ta`ala agar ruh si kafir itu
jangan diangkat melewati
mereka. Kemudia malaikat maut
mengambil ruh yang telah
berpisah dengan jasad tersebut,
namun tidak dibiarkan sekejap matapun berada di tangan
malaikat maut, melainkan ruh
tersebut segera diambil oleh
para malaikat yang berwajah
hitam lalu dibungkus dalam kain
yang kasar. Dan keluarlah dari ruh tersebut bau bangkai yang
paling busuk yang pernah
didapatkan di muka bumi.
Kemudian para malaikat tersebut
membawa ruh tersebut naik.
Tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali
mesti ditanya “siapakah ruh
yang buruk ini?” para malaikat
yang membawanya menjawab
‘fulan bin fulan”, disebut
namanya yang paling jelek yang dulu ketika di dunia ia dinamakan
dengannya. Demikian hingga
rombongan ini tiba dilangit dunia
(langit yang paling rendah),
merekapun meminta dibukakan
pintu langit untuk membawa ruh tersebut namun tidak dibukakan.
Rasulullah Shalallahu `Alayhi
Wasallam kemudian membacakan:
“Tidak dibukakan untuk mereka
pintu-pintu langit dan mereka
tidak akan masuk ke dalam surga sampai untu bisa masuk ke
lubang jarum”. (Al A`raf:40)”.
Allah Ta`ala berfirman: “tulislah
catatan amalnya di sijjiin di bumi
yang paling bawah”. lalu ruhnya
dilemparkan begitu saja”. Rasulullah Shalallahu `Alayhi
Wasallam kemudian membacakan
ayat: “Dan siapa yang
menyekutukan Allah maka
seakan-akan ia jatuh tersungkur
dari langit lalu ia disambar oleh burung atau dihempaskan oleh
angin ke tempat yang jauh lagi
membinasakan”.
Si ruhpun dikembalikan ke dalam
jasadnya yang dikubur di dalam
tanah. Lalu ia didatangi oleh dua malaikat yang kemudian
mendudukannya dan
menanyakan kepadanya: “siapa
rabbmu?” ia menjawab “hah…
hah… aku tidak tahu”. Ditanya
lagi: “Apa agamamu?” ia menjawab: “hah…hah… aku tidak
tahu”. Ditanya lagi: “siapakah
lelaki yang diutus ditengah
kalian ?” ia menjawab: “hah…
hah… aku tidak tahu”.
Terdengarlah suara penyeru dari langit yang menyerukan: “telah
dusta orang itu. maka
bentangkanlah untuknya
hamparan dari neraka dan
bukakanlah untuknya sebuah
pintu dari neraka!”. Lalu datanglah kepadanya hawa
panasnya neraka dan
disempitkan kuburnya hingga
bertumpuk-tumpuk (tumpang-
tindih) tulang rusuknya (karena
sesaknya kuburnya). kemudian seorang yang buruk rupa,
berpakaian jelek dan berbau
busuk mendatanginya seraya
berkata: “Bergembiralah dengan
apa yang menjelekkanmu. Inilah
hari yang pernah dijanjikan kepadamu”.
Si kafir bertanya dengan heran:
“Siapakah engkau? wajahmu
merupakan wajah yang datang
dengan kejelekan”. Dijawab:
“Aku adalah amalanmu yang jelek. Engkau adalah orang yang
lambat untuk mentaati Allah
Ta`ala, namun sangat bersegera
dalam bermaksiat kepada Allah
Ta`ala. Semoga Allah ta`ala
membalasmu dengan kejelekan”. Kemudian didatangkan
kepadanya seorang yang buta,
bisu dan tuli. Ditangannya ada
sebuah tongkat dari besi yang
bila dipukulkan ke sebuah gunung
niscaya gunung tersebut akan hancur menjadi debu. lalu orang
yang buta, bisu dan tuli itu
memukul si kafir dengan satu
pukulan hingga ia menjadi debu.
Kemudian Allah mengembalikan
jasadnya sebagaimana semula, lalu ia dipukul lagi dengan
pukulan berikutnya. iapun
menjerit dengan jeritan yang
dapat didengar oleh seluruh
makhluk kecuali jin dan manusia.
Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu neraka dan
dibentangkan hamparan neraka
maka iapun berdoa: “wahai
rabbku, janganlah engkau
datangkan hari kiamat”. (H.R
Ahmad dalam Musnadnya , Al Haakim dalam Mustadrak `ala
shahihnya).
Demikianlah berita dari Allah yang
disampaikan RasulNya Muhammad
Shalallahu `Alayhi Wasallam
tentang perjalanan ruh setelah berpisah dari jasadnya. Dari
berita tersebut kita dapati
bahwa para ruh itu ketika telah
berpisah dari jasadnya, maka ia
akan segera sibuk dengan
urusannya masing-masing. Bila ia ketika didunia adalah orang yang
baik maka ia akan segera sibuk
dengan segala kenikmatan yang
Allah Ta`ala sediakan didalam
kuburnya. Dan bila ia orang yang
kafir dan durhaka ketika di dunia maka iapun akan segera sibuk
dengan dahsyatnya adzab Allah
di kuburnya. Demikianlah para
ruh itu setelah berpisah dari
jasadnya, masing-masing dari
mereka akan sibuk dengan urusan di kuburnya masing-
masing, sehingga tentu saja
mereka tidak akan sempat lagi
memikirkan nasib orang-orang
yang ditinggalkannya di dunia
apalagi mendatanginya atau bergentayangan di dunia seperti
yang disangkakan sebagian
orang, dimana sebagian orang
menyangka bahwa si mayyit itu
bisa menyampaikan (menjadi
perantara) doa antara dia dengan Allah, dan anggapan
sebagian orang juga yang
menyangka bahwa adanya ruh
yang bergentayangan.
Dan setelah mengetahui berita
diatas, masihkah kita berani bermaksiat kepada Allah dan
enggan untuk taat kepadaNya ?
Manakah yang menjadi pilihan
kita saat menghadapi kenyataan
ketika maut menjemput: ruh
diangkat ke langit dengan penuh kemulyaan kemudian dihantarkan
kembali untuk memperoleh
kenikmatan yang kekal, ataukah
pilihan kedua yakni ruh
dihempaskan dengan hina dari
langit dunia untuk menjemput adzab Allah yang amat pedih?
Semoga Allah Ta`ala
menganugerahkan kepada kita
akhir hidup yang husnul
khathimah, melindungi kita dari
adzab kubur dan memasukkan kita ke surgaNya dengan
rahmatNya. Amin ya mujiibus
saa`iliin.